Oleh: Dita Sari Ayuning Dewi *)
Hoooooiiii...iii...iii…ii, awak rendah tumbuh di lekuk, cam tu nian nasebyo badan,,!!
ADA yang pernah mendengar lirik ini sebelumnya? Pertanyaan ini sedikit sulit untuk dijawab. Jika saya hanya memberikan sebaris lirik tanpa memberikan satu teks keseluruhan. Tentunya bukan perkara mudah untuk menentukan termasuk lirik apakah satu baris ini.
Kalau kita membuka youtube, sebenarnya satu baris ini termasuk dalam isi teks lagu daerah Jambi yang berjudul Krinok dan dinyanyikan oleh Andi Lesmana. Mengenal kata Krinok mungkin sedikit asing jika terdengar di khalayak ramai. Namun jangan salah sangka, menurut Kemendikbud, Krinok merupakan salah satu seni vokal tradisi yang dimiliki masyarakat Melayu di Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Muara Bungo.
Nah, menurut Heri Susanto yang mengutip dari R. Van Heine Geldren mencoba menelusuri sejarah krinok lebih jauh. Ternyata krinok berasal dari lagu pantun bersahutan yang dibawa oleh suku anman dan kemungkinan berlabuh di pelabuhan Pulau Sumatera bagian tengah. Inilah awal mula kesenian krinok yang kemudian terus berkembang di Jambi dengan nama yang berbeda, seperti: senandung jolo (di daerah Tanjung Muaro Bungo), Mantau (di daerah Pelepat Muaro Bungo, Sarolangun, dan Tebo), Doak (di daerah Tebo), dan Krinok (di daerah Rantau Pandan Muaro Bungo). Keempat kesenian ini sangat mirip yang membedakan hanya materi lagu dan pilihan nada.
Krinok tentunya mempunyai ciri khas tersendiri yang membuatnya terasa istimewa di banding dengan seni vokal lainnya. Pertama, krinok hanya mengandalkan pita suara dinyanyikan dengan nada-nada tinggi dan tanpa alat musik. Bagi yang mempunyai pita suara yang bagus tentu akan menghasilkan suara dan nada tinggi yang bagus pula.
Kedua, krinok telah ada di masa lampau, dulu krinok digunakan diladang saat mereka bekerja atau mencari kayu di hutan. Krinok dapat dilantunkan sendiri atau juga berbalasan dengan pelantun lain yang berjarak ratusan meter. Ketiga, krinok telah masuk ke jajaran 70 warisan tak benda di Indonesia yang berasal dari provinsi Jambi dan telah menjadi ketetapan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tanggal 16 November 2013.
Pada poin ketiga di atas tentunya yang paling menojol di antara keempat kesenian vokal di Jambi. Pastinya butuh proses yang cukup panjang untuk mendapatkan ketetapan seperti ini. Namun, ternyata jika dulu krinok eksis pada zamannya. Ternyata tidak untuk era sekarang, kenapa? Setelah penulis melakukan angket kepada sejumlah mahasiswa asli Jambi, ditanya mengenai "apakah kamu mengenal krinok"? Ternyata dari 60 persenmahasiswa yang diwawancarai mengatakan tidak tahu, 30 persen tahu namun lupa mendengar dimana, dan 10persen pernah mendengar.
Jika wawancara ini mendapatkan angket dari mahasiswa Jambi ternyata tidak jauh berbeda dengan di Rantau Pandan. Meski krinok telah menjadi konsumsi masyarakat dan dipelajari oleh seniman musik dari derah lain seperti, Sarolangun dan Kota Jambi. Krinok juga tak lepas dari anacaman kepunahan. Karena sedikitnya seniman krinok yang memang ahli di bidang krinok. Kalau seperti ini kenyataan nya bagaimana nasib krinok di masa mendatang. Apakah nantinya krinok akan tertinggal oleh zaman, atau akan tergilas oleh kesenian modern?
Upaya mengenalkan krinok
Upaya yang dilakukan dinas kebudayaan untuk melestarikan krinok salah satunya ialah mengenalkan krinok di sanggar kesenian seperti Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Muaro Bungo ataupun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi, dan Taman Budaya Jambi. Dalam perkembangan selanjutnya krinok telah diiringi dengan berbagai macam alat musik seperti, gong, gendang panjang, dan biola. Keempat macam alat musik inilah yang selalu mengiringi krinok.
Sekarang dengan penambahan berbagai macam alat musik tentunya kaum muda-mudi akan mudah tertarik dan berminat untuk mempelajari musik krinok. Berdasarkan hasil wawancara kepada mahasiswi asli dari Rantau Pandan ia mengatakan musik krinok sekarang sering dilakukan untuk acara pernikahan dan festival.
Inilah yang dinamakan efek perkembangan zaman, dimana masyarakat memberikan solusi baru di bidang kesenian.
Penulis: *) Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unja
Editor: Ikbal Ferdiyal
TAGS:
Berita lain di METROJAMBI.COM
- Kapolda Jambi Launching Aplikasi "Polisi Melangun" Polres Merangin
- Gubernur Jambi Raih Penghargaan Dalam Penanganan Covid-19
- Asian Agri Ajak Warga Aktif Lakukan Pemeriksaan Kesehatan
- BPPRD Sarolangun Usulkan Penghapusan Rp 9,3 Miliar Tunggakan PBB
- Kisah Hikmah : Imam Ahmad dan Kuli
- Guru di Tanjabbar Berinovasi Dorong Kreativitas Belajar di Era Pandemi
- Batanghari Usulkan Badadung, Bakohak, Tapa Malenggang dan Ngarak Garudo
- Nirmala 2