Oleh: Dewi Nurfarida
TAK terasa masa pemerintahan Jokowi-JK hanya tinggal beberapa bulan lagi. Artinya, sebentar lagi kita akan melaksanakan pemilu untuk memilih mana kandidat terbaik yang akan menjadi presiden kita kelak. Apakah kita akan memilih untuk melanjutkannya di bawah pimpinan Presiden Jokowi atau memilih kandidat lainnya untuk menjadi presiden Republik Indonesia.
Semua itu tergantung kepada kita lagi sebagai masyarakatnya dalam memilih. Namun, belakangan ini banyak fenomena-fenomena yang terjadi mewarnai masa-masa kampanye kedua kandidat presiden tersebut. Misalnya, adanya aksi tagar #2019GantiPresiden, aksi tagar #Jokowi2Periode dan banyaknya berita-berita hoax mengenai kedua kandidat pasangan presiden dan wakilnya tersebut.
Fenomena yang tak luput menjadi perhatian publik sendiri adalah bahasa-bahasa yang digunakannya. Salah satunya yaitu tagar #2019TetapPancasila. Awalnya, ketika kita mendengar atau membaca tagar #2019TetapPancasila yang disuarakan oleh relawan Jokowi pastilah kita berpikir apa maksudnya. Apakah jika presidennya diganti maka pancasila akan diubah? Atau bagaimana?
Ternyata maksud dari #2019TetapPancasila adalah menggambarkan bahwa di negara kita Indonesia ini memiliki beragam suku, ras, dan agama. Dimana tidak adanya diskriminasi terhadap salah satu suku, ras maupun agama di dalam pemilihan presiden nantinya. Karena Soekarno merumuskan pancasila ini melihat latar belakang kemerdekaan Indonesia yang diperjuangkan oleh rakyatnya dari beragam suku, ras, daerah dan agama yang ada di seluruh Indonesia.
Selain itu adanya politik emak-emak. Politik emak-emak? Dari segi bahasanya saja terkesan bahwa emak-emak atau ibu-ibu memegang peranan yang penting di dalamnya. Apa sih maksudnya?
Maksud dari politik emak-emak adalah siapa kandidat presiden yang bisa menurunkan harga kebutuhan pokok rumah tangga maka akan mendapatkan suara dari emak-emak itu sendiri. Seperti yang kita semua ketahui bahwa emak-emak sangat memegang peranan yang penting di dalam suatu keluarga. Maka dari itu salah satu kandidat presiden menggunakannya sebagai salah satu taktik di dalam kampanye mereka.
Meskipun sekarang ini politik emak-emak sedikit tercemar dikarenakan adanya berita hoax yang dilakukan oleh salah seorang emak-emak yaitu Ratna Sarumpaet. Akibatnya, publik menjadi berkurang ketertarikannya terhadap politik emak-emak ini.
Selain adanya tagar #2019Tetap Pancasila dan politik emak-emak, ada juga beberapa-beberapa massa aksi yang dari segi bahasanya membuat kita bertanya-tanya apa maksudnya. Salah satunya massa aksi yang terjadi di Jambi beberapa bulan yang lalu, yaitu “TALAK TIGA JOKOWI-JK”. Talak tiga? Bukannya kata talak tiga biasanya hanya digunakan oleh pasangan suami-istri yang akan bercerai? Apa sih maksudnya?
Dari segi bahasanya memang membuat siapa saja yang membacanya bertanya-tanya maksudnya. Karena kata “talak tiga” itu sendiri bukanlah kata yang lazim digunakan orang kecuali berhubungan dengan perceraian. Ternyata arti “TALAK TIGA JOKOWI-JK” itu sendiri adalah adanya 3 hal yang membuat mereka melakukan demonstrasi terhadap pemerintahan Jokowi-JK, yaitu turunnya nilai rupiah, rakyat (menjadi) tercekik karena segala kebutuhan mahal, dan ekonomi paceklik.
Dari hal tersebut kita mengetahui bahwa orang-orang Indonesia begitu kreatif dalam penggunaan bahasanya sendiri. Walaupun membuat orang-orang yang membaca atau mendengarkannya bertanya-tanya maksud dari perihal itu.
*) Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Unja
Penulis: Dewi Nurfarida
Editor: Ikbal Ferdiyal
Berita lain di METROJAMBI.COM
- Kesalahan Diet yang Sering Dilakukan Saat Ingin Menurunkan Berat Badan
- Nia Ramadhani Akui Pakai Sabu Lima Kali
- Kanwil Kemenkumham Jambi Siap Jalin Kerjasama dengan Ombudsman
- Kemendikbudristek Imbau Libur Semester Sesuai Kalender Akademik
- Produk Facial Foam Pria Garnier Men Bisa untuk Semua Jenis Kulit
- Kerjasama Perusahaan Batubara dengan Pemkab Tebo Harus Diperjelas
- (K) rinok
- Krinok: Ayat-Ayat Sakral yang Mulai Terlupakan